5 Cara Konglomerat Hindari Pajak di Indonesia


RIAU MERDEKA - Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara. Namun, pendapatan pajak khususnya di Indonesia kerap meleset dari target yang ditetapkan. Tahun 2015 kemarin, penerimaan pajak hanya Rp 1.055 triliun. Jumlah tersebut 81,5 persen dari yang ditargetkan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 yang tercatat Rp 1.294,25 triliun.

Sedangkan penerimaan pajak hingga 13 September 2016 mencapai Rp 634,5 triliun. Jumlah tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan dalam APBN-P 2016 yakni sebesar Rp 1.318,9 triliun.

Rendahnya penerimaan pajak tak bisa dipisahkan dari banyaknya konglomerat yang menghindari kewajiban mereka. Tahun 2012 lalu, mantan kepala ekonom konsultan McKinsey, James Henry, telah mengeluarkan hasil studinya soal penyelewengan pajak di luar negeri atau lebih populer dengan tax havens. Menurut laporan tersebut, terdapat USD 21 triliun (Rp 198.113 triliun) pajak pengusaha di seluruh dunia yang seharusnya masuk kantong pemerintah, namun diselewengkan.

Di antara pengusaha-pengusaha itu sebagian kecilnya berasal dari Indonesia. Menurut hasil investigasi International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ), terdapat sembilan yang termasuk orang terkaya di Indonesia diketahui menyelewengkan pajaknya di luar negeri melalui lebih dari 190 perusahaan dan lembaga pengelolaan uang di luar negeri.

Menurut hasil investigasi tersebut, kekayaan sembilan konglomerat yang mendominasi politik dan ekonomi Indonesia itu bila digabung mencapai USD 36 miliar (Rp 348,8 triliun). Dari sembilan konglomerat tersebut, ternyata berhubungan erat dengan Soeharto.

Nama konglomerat-konglomerat tersebut ditemukan di tengah 2.500 nama orang Indonesia yang tercatat di kantor pusat perusahaan jasa pengelolaan aset di luar negeri, Poreullis TrusNet, di Singapura. [merdeka]
TERKAIT