Titik Panas di Sumatera Turun Jadi 19 Titik Sepekan Ini


RIAU MERDEKA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru menyebutkan titik panas di Sumatera mengalami penurunan menjadi 19 titik dari sebelumnya 67 titik di sepanjang pekan ini, akibat hujan turun secara merata di setiap provinsi.

"Dari pantauan satelit pagi ini, titik panas terdeteksi 19 titik dan tersebar di tiga provinsi. Berkurangnya titik panas tersebut karena adanya pusaran angin tertutup di barat daya Sumatera," ujar Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Pekanbaru Slamet Riyadi di Pekanbaru, Jumat (15/7/2016).   

Akibat pusaran angin tertutup tersebut, menurut dia, sehingga menimbulkan dampak pada terjadinya pola angin konvergen atau bersifat memusat terutama di wilayah tengah Sumatera seperti di Provinsi Riau.

Curah hujan yang membasahi bumi pulau dengan luas luas 473.481 kilometer persegi berintensitas ringan atau berada di bawah 50 milimeter (mm) per hari pun terjadi karena adanya pola angin tersebut, sehingga mengurangi jumlah titik panas dan titik api.

"Seperti di Pekanbaru 113,2 mm, lalu Pelalawan di Kabupaten Pelalawan 85 mm, Bangkinang di Kabupaten Kampar 25 mm, Duma 9,9 mm, Tembilahan di Kabupaten Indragiri Hilir 2,9 mm dan Meranti di Kabupaten Kepuluan Meranti 0,2 mm," bebernya. 

Slamet mengatakan 19 titik panas melanda tiga provinsi tersebut berada di Riau dengan jumlah 10 titik, Sumatera Utara lima titik dan Sumatera Selatan empat titik.

Ke-10 titik panas di Riau tersebut tersebar di dua kabupaten/kota yakni Rokan Hilir sembilan titik dan Dumai satu 1 itik. Dari 10 titik panas itu, ucapnya, terdapat enam titik api atau berpotensi terjadi karlahut terutama di daerah berlahan gambut dan memiliki tingkat kepercayaan di atas 70 persen.

"Enam titik api tersebut, terjadi di Kecamatan Bangko sempat titik dan Kecamatan Sinaboi dua titik. Semua titik api berada di lahan gambut Rokan Hilir," kata Slamet.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau Edward Sanger mencatat total sekitar 1.400 hektare luas lahan dan hutan terbakar di daerah tersebut terjadi Januari-awal Juli 2016.

"Data kami (Satuan Tugas Siaga Darurat Kebakaran Lahan dan Hutan Riau) melaporkan, telah terjadi karlahut seluas 1.400 hektare terutama pada lahan gambut sejumlah kabupaten/kota di Riau," paparnya.

Pemerintah Provinsi Riau memutuskan untuk memperpanjang status siaga darurat kebakaran lahan dan hutan yang berlaku sejak Juni 2016 hingga 30 November 2016.

"Sesuai hasil evaluasi awal pekan lalu, kita sepakat untuk memperpanjang status siaga karlahut," kata Komandan Satuan Tugas (Satgas) Karlahut Riau Brigjen TNI Nurendi.

Ia menjelaskan perpanjangan status tersebut sebagai upaya untuk memaksimalkan pencegahan penanggulangan Karhutla yang saban tahun terjadi di Riau selama 18 tahun terakhir. [*]

TERKAIT