Polisi Tidak Berhak Proses Wartawan Soal Berita

Wartawan Tempo Affan Bey Hutasuhut (1987-1994)

RIAUMERDEKA-Menyikapi maraknya laporan Masyarakat kepada Kepolisian, terkait pemberitaan yang merugikan seseorang atau pihak tertentu, Polisi sejatinya tidak memiliki kewajiban memproses hukum sengketa tersebut.

Demikian disampaikan oleh Wartawan Tempo Affan Bey Hutasuhut (1987-1994) kepada Wartawan, saat diwawancarai dikediamannya di Ujungbatu Timur, Kecamatan Ujungbatu Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Senin (7/7/2025).

Pasalnya, Kasus Pemberitaan sepenuhnya didalam ranah Dewan Pers berdasarkan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Karena UU tersebut mengatur mekanismenya soal bagaimana menyelesaikan sengketa pemberitaan.

"Apabila ada pemberitaan yang menyebabkan kerugian pihak tertentu, telah ada regulasi penyelesainnya yang diatur didalam Pasal 10 dan 11 Kode Etik Jurnalistik (KEJ),"ujar Pimred Tabloid Mentari tahun 2002 ini.

Pasal 10, wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa dan Pasal 11, wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Dikatakan, Apabila kasus itu dikategorikan Lex Specialis mestinya aparat penegak hukum dalam hal ini Polisi harus menolak laporan yang berkaitan dengan sengketa pemberitaan tersebut.

Lantas Pemimpin Redaksi (Pemred) Sumut Pos 2003 - 2013 ini menambahkan, Dalam konteks hukum, "lex specialis" mengacu pada aturan khusus yang mengesampingkan aturan umum (lex generalis) ketika keduanya mengatur hal yang sama atau terkait.

Jadi, jika ada dua aturan hukum yang berbeda, satu bersifat umum dan satu bersifat khusus, semestinya aturan khusus itulah yang akan berlaku.

Sementara"Lex generalis" dalam konteks hukum merujuk pada aturan atau norma hukum yang bersifat umum atau luas. Dalam asas "lex specialis derogat legi generali," yang berarti "aturan khusus mengesampingkan aturan umum," "lex generalis" menjadi dasar yang dikesampingkan oleh aturan khusus (lex specialis).

Sengketa pemberitaan, atau perselisihan terkait pemberitaan pers, harus diselesaikan sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Pers.

Jika terjadi kesalahan atau ketidakakuratan dalam pemberitaan, media wajib mencabut, meralat, atau memperbaiki berita tersebut, serta memberikan hak jawab kepada pihak yang merasa dirugikan.

Dewan Pers memiliki peran penting dalam menyelesaikan sengketa pers melalui mediasi atau mekanisme lain yang tersedia. Penyelesaian Sengketa Pemberitaan Sesuai Kode Etik Jurnalistik

1. Hak Jawab:
Pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers memiliki hak untuk memberikan hak jawab. Hak jawab ini harus dimuat oleh media yang bersangkutan, dan jika perlu disertai dengan permintaan maaf.

2. Koreksi dan Ralat
Jika ditemukan kesalahan atau ketidakakuratan dalam pemberitaan, media wajib melakukan koreksi atau ralat. Hal ini bertujuan untuk meluruskan informasi yang salah dan memberikan klarifikasi kepada publik.

3. Mediasi Dewan Pers:
Dewan Pers memiliki peran sebagai mediator dalam menyelesaikan sengketa pers. Jika terjadi perselisihan antara pihak-pihak terkait, Dewan Pers dapat memfasilitasi mediasi untuk mencapai kesepakatan.

4. Penyelesaian di Luar Pengadilan:
Selain mediasi, Dewan Pers juga dapat memberikan rekomendasi atau penilaian terkait sengketa pemberitaan. Pihak-pihak yang terlibat dapat menyelesaikan sengketa di luar pengadilan melalui mekanisme yang disediakan oleh Dewan Pers.

5. Jalur Hukum:
Jika penyelesaian melalui Dewan Pers tidak berhasil, pihak yang merasa dirugikan dapat menempuh jalur hukum melalui pengadilan.

Pentingnya Kode Etik Jurnalistik:
Kode Etik Jurnalistik menjadi panduan bagi wartawan dalam menjalankan tugasnya. Pelanggaran terhadap kode etik dapat berujung pada sanksi internal dari perusahaan media atau sanksi dari Dewan Pers.

Beberapa poin penting dalam Kode Etik Jurnalistik terkait sengketa pemberitaan antara lain:
Kebenaran dan Akurasi: Wartawan wajib menyajikan informasi yang akurat dan terverifikasi.
Berimbang: Pemberitaan harus disajikan secara berimbang, dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang.

Tidak Mencampuradukkan Fakta dan Opini: Wartawan harus memisahkan antara fakta dan opini dalam pemberitaan.

Menghindari Diskriminasi: Wartawan tidak boleh menulis berita yang mengandung unsur diskriminasi.

Menghormati Hak Privasi: Wartawan harus menghormati hak privasi narasumber dan tidak mengekspos informasi yang bersifat pribadi tanpa izin.

Menjaga Kerahasiaan Sumber: Wartawan memiliki hak untuk menolak mengungkapkan sumber berita jika dirahasiakan.

Penyelesaian sengketa pemberitaan yang mengacu pada Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers bertujuan untuk menjaga integritas pers dan melindungi hak-hak semua pihak yang terlibat.
(RED/Pal)

TERKAIT