Menjaga Peradaban Batak, Lestarikan Warisan Budaya Nusantara


Penulis: Jhohannes Marbun & Boy Tonggor Siahaan, Jakarta


RIAU MERDEKA - Ciri khas suatu (suku) bangsa dikenal melalui budayanya yang melekat pada (suku) bangsa merupakan jati diri identitas (suku) bangsa. Pada umumnya jatidiri atau identitas yang terpelihara dalam budaya mengidentifikasikan suatu peradaban (suku) bangsa.

Bagaimana dengan suku bangsa Batak? Hal itu juga berlaku pada suku bangsa Batak.

Kalau kita menyatakan jatidiri atau identitas sebagai orang Batak, apakah budaya Batak melekat pada diri kita? Apakah kita turut melestarikan budaya Batak tersebut dengan hidup di dalam tradisi Batak bersama-sama dengan orang-orang Batak lain?.
 
Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi kritis bagi kita ketika kita menyadari bahwa kita tidak menghidupkan budaya atau tradisi Batak tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan dalam komunitas kita.

Orang-orang Batak pada masa sekarang di era digital ini sudah banyak menggantikan jati dirinya sebagai orang Batak dengan budaya-budaya lain yang kehilangan identitas aslinya. Beragam budaya di luar budaya Batak dan budaya baru seperti budaya digital (digital culture) sudah merasuki kita. Kita tidak tahu lagi yang mana budaya asli kita.

Berangkat dari kegelisahan tersebut, suatu komunitas Batak bernama Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) menyelenggarakan disKusi kamisan (disingkat KUMIS) mengangkat topik diskusi, "Melestarikan Warisan Budaya, Menjaga Peradaban Batak" yang diadakan kamis, (15/9/2016).

Seperti diketahui, KUMIS yang diselenggarakan secara rutin setiap Kamis menghadirkan pemantik diskusi Jhohannes Marbun (koordinator Masyarakat Advokasi Budaya - MADYA, dan Sekretaris Eksekutif YPDT). [danautoba.org]





TERKAIT