Warisan Budaya Riau Terancam Terlupakan


RIAU MERDEKA - Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau menilai perlindungan terhadap warisan budaya provinsi setempat baik itu benda maupun tak benda lemah sehingga terancam mengalami pendangkalan makna, pelemahan fungsi, penyempitan ruang gerak, dan akhirnya terlupakan.

"Undang-Undang Cagar Budaya baru melindungi 12 (cagar budaya) di Riau. Satu terancam yakni Masjid Raya Pekanbaru dengan Renovasi Pemerintah Provinsi Riau hampir menggerus 75 persen dari bentuk aslinya," kata Ketua LAM Riau, Al-Azhar di Pekanbaru, Senin.

Hal itu dikatakannya dalam Seminar Kebudayaan Peringatan Hari Ulang Tahun Riau ke-59. Lemahnya perlindungan juga terlihat dari kalahnya Riau mengajukan warisan budaya ke penerintah pusat dibanding provinsi lainnya yang notabenenya masih baru.

"Totalnya dari tahun 2011 sampai 2014 Riau berada di posisi buncit antara Kepulauan Riau, Jambi, dan Bangka Belitung terkait warisan budaya yang ditetapkan," ujarnya.

Rinciannya pada tahun 2010 Cagar Budaya Riau didaftarkan tiga tak ada yang jadi warisan budaya. Tahun 2011 didaftarkan 26, yang jadi satu, Tahun 2012 didaftarkan satu jadi satu, Tahun 2013 didaftar satu jadi satu, Terakhir Tahun 2015 didaftar lima, yang jadi dua.

Padahal menurutnya itu kerja mudah sebenarnya karena Riau ada 20 kerajaan. Itu menandakan kawasan yang memiliki banyaknya warisan budaya benda dan tak benda. Halangannya adalah proses pengawalan dari Balai Besar Cagar Budaya yang kedudukannya di Batusangkar, Sumatera Barat.

BPCB Batusangkar tidak memperbolehkan budaya itu diubah sebelum kajian pelestarian yang melibatkan kerja arkeologis. Masalahnya mengapa tidak Riau saja yang melakukan kajian karena itu bukan domain mutlak BPCB Batusangkar.

"Salahnya memang karena kita tak bekerja," imbuh dia.

Hal ini, kata dia, karena terbentuknya Provinsi Riau pada tahun 1957 berpisah dari Sumatera Tengah karena kedaulatan budaya. Tahun 1960an hanya fokus di tengah dengan ibukota Bukittinggi sehingga budaya di Riau dan Jambi menurutnya tak diurus.

Pada 1970an Gubernur Riau saat itu Arifin Achmad meresmikan Lembaga Adat Melayu Riau kemudian Badan Pembina Kesenian Daerah. Namun pada Orde Baru Riau, kata dia, terjadi perubahan fisik akibat ekploitasi ekonomi berbasiskan hutan dan tanah.[*]

TERKAIT